Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya seputar biodata atau cv taaruf. Taaruf
dengan menggunakan biodata seperti yang dijelaskan dalam tulisan
tersebut tentunya masih belum mencukupi, perlu diadakan sesi lanjutan
sebagai sarana penggalian informasi lebih jauh kedua belah pihak yang
bertaaruf. Saya menyebutnya sesi Taaruf Offline, bisa disebut juga
taaruf langsung, atau 'face to face', yaitu sesi di mana pihak-pihak
yang bertaaruf dipertemukan dalam satu tempat dengan didampingi
mediator, dan dilanjutkan dengan pencarian informasi secara langsung ke
anggota keluarga kedua belah pihak.
Bagi rekan-rekan yang
berniat membantu ikhtiar taaruf rekannya namun masih belum memiliki
gambaran prosesnya seperti apa, berikut ini saya tuliskan beberapa
panduan yang bisa dijadikan referensi.
1. Persyaratan Mediator Taaruf
Persyaratan
menjadi seorang mediator taaruf tidak jauh berbeda dengan persyaratan
yang terkait dengan aktivitas muamalah lain dalam islam, di antaranya :
- Islam; yang non islam tidak dapat dijadikan mediator.
- Baligh; tentu anak kecil tidak bisa menjadi mediator.
- Berakal sehat; seseorang yang kondisi kejiwaannya tidak sehat tentunya tidak bisa menjadi mediator.
-
Amanah; proses taaruf adalah proses yang bersifat rahasia dan tidak
untuk disebarluaskan, sehingga yang menjadi moderator haruslah yang
amanah, bisa menjaga kerahasiaan biodata taaruf, kerahasiaan proses
taaruf, dan hal-hal terkait privasi masing-masing pihak yang bertaaruf.
-
Mengetahui adab-adab taaruf; mediator perlu mengetahui adab-adab taaruf
sehingga bisa menjaga proses taaruf berjalan syar'i, seperti meluruskan
niat bertaaruf karena Allah, tidak berkhalwat (berduaan), menjaga
rahasia kedua belah pihak, menjunjung kejujuran dalam menyampaikan
informasi, sopan dalam berbicara, memutuskan proses dengan cara yang
baik, dan lain-lain.
- Sudah menikah; dengan pengalaman taaruf yang
sudah dijalani sang mediator diharapkan bisa mengarahkan taaruf agar
sejalan dengan syariat, juga memberikan saran dan solusi seandainya ada
masalah selama proses berjalan.
Seperti yang dijelaskan di
tulisan sebelumnya, yang belum menikah saya sarankan dijadikan pilihan
terakhir saja, asalkan masih mahramnya dan tentunya tidak 'lintas
gender, misalnya seperti :
- Kakak laki-laki yang belum menikah menjadi mediator taaruf adik perempuannya dengan seorang ikhwan.
- Adik perempuan yang belum menikah menjadi mediator taaruf kakak laki-lakinya dengan seorang akhwat.
Dengan
demikian tidak ada kemungkinan seseorang yang diperantarai justru pada
akhirnya malah berproses dengan perantaranya, yang tentunya dapat
meninggalkan prasangka buruk bagi pihak lain yang diperantarai.
Bagi
seorang akhwat, ayah/walinya-lah yang sebaiknya menjadi
mediator/perantara proses tersebut, namun kebanyakan orang tua
memberikan amanah ke sang anak untuk mencari sendiri si calonnya,
alternatifnya bisa minta bantuan saudara, guru ngaji, sahabat dekat,
atau pihak lainnya untuk menjadi mediator. Apabila sudah memiliki guru
ngaji sendiri tentunya perlu diprioritaskan, namun apabila belum punya maka bisa minta bantuan pihak lainnya untuk menjadi mediator asalkan syarat-syarat di atas terpenuhi.
2. Tugas dan Kewenangan Mediator
Dalam
menjalankan tugasnya, ada beberapa kewenangan mediator yang perlu
diketahui dan disepakati oleh pihak-pihak yang bertaaruf. Komunikasi dan
interaksi antara kedua belah pihak tentu akan dibatasi oleh kewenangan
mediator tersebut. Beberapa tugas dan kewenangan mediator taaruf di
antaranya :
- Mengatur dan memantau jalannya proses taaruf sehingga tetap berjalan sesuai syariat yang ada.
- Memerantarai komunikasi selama proses taaruf berjalan untuk menghindari kemudharatan komunikasi langsung.
- Memberikan nasihat apabila ada masalah yang dihadapi kedua belah pihak selama proses taaruf berjalan
Dengan
niat membantu ikhtiar rekan lain dalam pencarian jodohnya dan mengharap
pahala dari Allah SWT semata insya Allah semuanya akan ringan untuk
dijalani.
3. Manfaat Taaruf Offline
Aktivitas
utama taaruf offline adalah mempertemukan, yaitu mempertemukan ikhwan
dan akhwat yang ingin mengenal satu sama lain dengan niat menjalin
hubungan yang lebih serius dalam ikatan pernikahan. Kalaupun kedua belah
pihak sudah saling mengenal, kondisikan seakan-akan mereka dalam posisi
yang belum pernah mengenal sebelumnya, sehingga proses taaruf offline
ini dapat dijadikan sebagai sarana perkenalan lebih jauh kedua belah
pihak.
Dari Al-Mughiroh bin Syu'bah radhiyallahu'anhu
bahwasannya beliau melamar seorang wanita maka Nabi Muhammad
shallallahu'alaihiwasallam pun berkata kepadanya "Lihatlah ia (wanita
yang kau lamar tersebut) karena hal itu akan lebih menimbulkan kasih
sayang dan kedekatan diantara kalian berdua."
Tentu bukan
hanya hak ikhwan yang ingin melamar untuk mengetahui siapa yang akan
dilamarnya, tapi juga hak akhwat untuk mengenal siapa yang akan
melamarnya. Foto yang dipasang di biodata mungkin belum menggambarkan
kondisi fisik yang sebenarnya, karena itu perlu dipastikan dalam sesi
taaruf offline ini. Informasi yang tertulis di biodata pun mungkin hanya
sedikit, sehingga perlu disampaikan lebih jelas dalam sesi taaruf
offline ini. Dengan adanya taaruf offline maka kondisi nyata pihak yang
bertaaruf dapat diketahui lebih jauh dibandingkan dengan hanya melihat
beberapa halaman biodata saja.
4. Persiapan Taaruf Offline Perdana
Taaruf offline perdana adalah proses taaruf offline paling awal yang perlu dijalani pihak yang bertaaruf sebelum
melanjutkan ke proses yang lebih jauh. Karena sifatnya baru awalan,
maka proses taaruf ini cukup dihadiri oleh mediator dan kedua pihak yang
bertaaruf. Dalam sesi taaruf perdana ini, mediator perlu mempersiapkan
hal-hal berikut ini :
- Menentukan Lokasi Pertemuan
Lokasi
pertemuan disepakati bersama antara mediator, pihak ikhwan, dan pihak
akhwat sebelum pertemuan dilaksanakan dengan mempertimbangkan domisili
masing-masing pihak. Lokasi pertemuan sebisa mungkin lebih dekat dengan
domisili pihak akhwat dengan pertimbangan kondisi akhwat yang lebih
rawan dari sisi keamanan diri, beda dibanding kondisi pihak ikhwan yang
dapat dikatakan tanpa batasan ke manapun dan sejauh apapun dia
bepergian. Kalaupun terpaksanya tidak bisa maka lokasi pertemuan yang
lebih dekat dengan domisili pihak ikhwan dapat dijadikan pilihan
terakhir, itupun bila pertimbangan keamanan pihak akhwat bisa terjamin,
dan akan lebih baik lagi bila pihak akhwat didampingi mahramnya.
Area masjid bisa dijadikan prioritas pertama untuk lokasi pertemuan dengan mempertimbangkan kondisi masjid
apakah kondusif untuk dijadikan lokasi pertemuan atau tidak, karena
situasi yang terlalu ramai akan mengganggu jalannya diskusi dan tanya
jawab yang dilakukan. Alternatif lain selain masjid bisa di rumah
mediator, rumah pihak akhwat, ataupun di lokasi lain yang dinilai
kondusif.
- Menentukan Waktu Pertemuan
Tanggal pertemuan dan
jam pertemuan disepakati bersama antara mediator, pihak ikhwan, dan
pihak akhwat sebelum pertemuan dilaksanakan dengan mempertimbangkan
keluangan waktu masing-masing pihak. Berdasarkan pengalaman, satu sesi
taaruf offline perdana ini memerlukan waktu setidaknya 1-2 jam,
tergantung seberapa banyak pertanyaan yang diajukan kedua belah pihak.
Dari perkiraan kebutuhan waktu tersebut, waktu yang optimal untuk
pertemuan adalah pagi hari hingga sebelum Dhuhur, dan ba'da Dhuhur
hingga menjelang Ashar. Ba'da Ashar hingga menjelang Maghrib adalah
pilihan terakhir, kecuali bila lokasi pertemuan dekat dengan kediaman
pihak akhwat sehingga bisa diperkirakan pihak akhwat bisa sampai
rumahnya sebelum malam tiba terkait kondisi akhwat yang cukup rawan dari
sisi keamanan diri.
- Meminta Kedua Pihak Untuk Menyiapkan Pertanyaan
Sesi taaruf offline dimanfaatkan sebagai sarana kedua belah pihak menggali lebih jauh profil, karakter, cara
pandang, keseharian, dan informasi lain yang diperlukan. Semakin banyak
tanya jawab ataupun diskusi yang dijalani, maka akan semakin banyak
pula informasi yang bisa digali antara kedua belah pihak. Dari informasi
yang didapat tersebut maka akan ada 'pencerahan' bagi kedua belah
pihak, apakah banyak kecocokan sehingga mantap untuk lanjut proses,
ataukah memutuskan untuk mengakhiri proses karena banyak ketidakcocokan.
Mediator perlu menyampaikan pesan kepada kedua belah pihak
untuk menyiapkan sebanyak-banyaknya pertanyaan yang ingin disampaikan ke
pihak lainnya saat pertemuan offline ini. Entah karena grogi saat
pertama bertemu atau sebab lainnya, tak jarang kedua belah pihak lupa
apa saja pertanyaan yang akan diajukan ke pihak lainnya saat
pertemuan berlangsung. Karena itu, kedua belah pihak dipesankan juga
agar mencatat apa saja pertanyaan yang ingin ditanyakan ke pihak lainnya
nanti, sehingga saat taaruf offline tinggal disampaikan ke pihak yang
lain.
5. Gambaran Proses Taaruf Offline Perdana
Setelah
lokasi pertemuan dan waktu pertemuan sudah disepakati, serta
pertanyaan-pertanyaan yang ingin diajukan sudah dipesankan ke pihak yang
bertaaruf, maka tibalah saat hari pertemuan itu. Mediator perlu datang
lebih awal dari jam yang telah disepakati untuk memastikan lokasi
pertemuan kondusif dan mencari lokasi yang nyaman untuk pertemuan,
apabila sudah ditemukan maka tinggal menghubungi kedua belah pihak dan
menanti kedatangan mereka di lokasi yang telah ditentukan.
Berikut ini gambaran sesi taaruf offline yang dijalani :
-
Ucapkan salam saat bertatap muka pertama kali, jabat tangannya,
diteruskan dengan obrolan santai untuk lebih mengakrabkan diri dengan
pihak-pihak yang akan bertaaruf. Mediator ikhwan mengakrabkan diri ke
pihak ikhwan, dan mediator akhwat ke pihak akhwat. Tanyakan kabarnya,
bagaimana dia datang ke lokasi taaruf, dan obrolan santai lainnya.
-
Setelah berada di lokasi taaruf pilihan, ambil posisi senyaman mungkin
untuk sesi tanya jawab ini dengan posisi pihak-pihak yang bertaaruf
dipisah oleh mediator dan pasangannya. Jangan terlalu dekat, namun
jangan pula terlalu jauh agar suara kedua belah pihak masih bisa
terdengar jelas.
- Awali sesi taaruf offline dengan bismillah,
selanjutnya persilakan pihak ikhwan untuk mengawali sesi taaruf dengan
pembacaan ayat suci Al Quran beberapa ayat sehingga bisa diketahui
apakah memang ikhwan ini lancar bacaannya atau tidak, yang mungkin bisa
jadi penilaian tersendiri bagi pihak akhwat.
- Mediator
memperkenalkan dirinya dan pasangannya (apabila belum pernah kenal
sebelumnya), dilanjutkan dengan memberikan arahan dan pengantar singkat
seputar proses taaruf yang dijalani dan menjelaskan adab-adab taaruf
yang mungkin belum diketahui pihak yang bertaaruf.
- Mediator
mempersilakan pihak ikhwan untuk memperkenalkan dirinya terlebih dulu,
dilanjutkan dengan perkenalan dari pihak akhwat. Bila suara dari kedua
belah pihak dirasa kurang keras, mediator perlu mengingatkan agar
suaranya diperkeras supaya tidak menimbulkan kesalahpahaman karena suara
yang tidak jelas. Ingatkan juga agar kedua belah pihak jangan terlalu
tegang dalam sesi taaruf offline ini, anggap saja seperti perkenalan
dengan teman biasa sehingga bisa lebih santai menjalaninya.
-
Sesi tanya jawab dimulai. Mediator mempersilakan salah satu pihak untuk
mengajukan pertanyaan ke pihak yang lainnya, misalnya pihak akhwat
terlebih dulu. Persilakan pihak akhwat untuk membuka 'contekan'
pertanyaan yang telah dipesankan sebelumnya, beri kesempatan pihak
ikhwan untuk menjawab pertanyaannya. Setelah pihak ikhwan menjawab,
gantian pihak ikhwan yang mengajukan pertanyaan, demikian seterusnya.
Maksimalkan sesi ini untuk menggali lebih dalam profil & cara
pandang masing-masing pihak mengenai suatu hal sehingga terlihat apakah
memang banyak kecocokan pandangan atau malah banyak perbedaan, yang
nantinya bisa dijadikan pertimbangan lebih lanjut untuk
meneruskan proses atau tidak.
-
Mediator diperbolehkan juga untuk bertanya ke pihak-pihak yang
bertaaruf untuk melengkapi 'contekan' pertanyaan yang telah mereka
siapkan. Pertanyaan bertemakan 'studi kasus', dengan awalan semacam
'bila kelak kedua belah pihak berjodoh' atau 'kalau nanti berjodoh',
bisa disampaikan mediator untuk mengetahui pandangan masing-masing pihak
mengenai suatu hal, misalnya : "Bila kelak kedua belah pihak berjodoh,
pihak akhwat ingin tetap berkarir meskipun sudah punya anak, bagaimana
pendapat pihak ikhwan?", "Kalau nanti berjodoh, pihak ikhwan meminta
pihak akhwat untuk berhenti kerja dan tinggal di rumah saja bagaimana?",
dan pertanyaan semacam itu.
- Tidak ada batasan berapa lama sesi
ini dijalankan, karena tergantung dari banyak sedikitnya pertanyaan
yang disampaikan masing-masing pihak. Lebih banyak pertanyaan yang
disampaikan tentunya lebih bagus, karena masing-masing pihak bisa lebih
mengetahui cara pandang pihak yang lainnya. Namun bila karena satu dan
lain hal, misalnya terpotong waktu Dhuhur atau Ashar, maka sesi taaruf
dihentikan sementara dan bisa dilanjutkan setelah sholat nanti.
-
Bila sudah tidak ada lagi pertanyaan yang ingin diajukan pihak-pihak
yang akan bertaaruf, mediator menyampaikan pesan penutup untuk
mengakhiri sesi taaruf offline ini. Setelah taaruf offline ini,
persilakan masing-masing pihak untuk istikhoroh, menimbang-nimbang lagi
informasi-informasi yang telah didapat dari pihak-pihak yang bertaaruf
di sesi tanya jawab yang telah dilaksanakan. Bila masing-masing pihak
masih memerlukan informasi yang lebih jauh, pihak-pihak yang bertaaruf
bisa menghubungi mediator untuk menanyakan hal tersebut, selanjutnya
mediator akan meneruskan pertanyaan tersebut ke pihak yang lainnya.
-
Mediator perlu mengingatkan juga bahwa keputusan lanjut atau tidaknya
untuk berproses sekitar satu minggu dari pertemuan offline, karena
terlalu lama menunggu tidak baik untuk keduanya. Tak perlu ragu untuk
meminta saran dan nasihat dari mediator apabila masih ada keraguan dalam
memutuskan lanjut atau tidaknya ke proses berikutnya. Tak lupa juga
sampaikan bahwa bila nantinya proses taaruf tidak berlanjut karena salah
satu atau keduanya merasa belum cocok, maka sesi taaruf offline ini
kita anggap sebagai sarana silaturahim antar saudara sesama muslim, dan
diharapkan masing-masing pihak bisa ikhlas menerima apapun keputusannya.
Namun bila kedua belah pihak sama-sama ingin lanjut proses, maka
mediator akan memberikan arahan selanjutnya untuk sesi taaruf offline
lanjutan ke pihak keluarga
masing-masing.
- Mediator menutup
sesi taaruf offline dengan bacaan hamdalah, mohon maaf apabila ada
kesalahan selama proses taaruf berjalan. Dampingi kedua belah pihak
sambil bicara santai saat kepulangan, mediator ikhwan dengan pihak
ikhwan dan mediator akhwat dengan pihak akhwat. Pastikan agar kedua
belah pihak tetap terjaga, tidak pulang berduaan hingga 'titik
perpisahan'.
6. Keputusan Proses Taaruf Perdana
Sekitar
satu minggu setelah pertemuan, mediator mengingatkan ke masing-masing
pihak mengenai hasil istikhorohnya, apakah ingin tetap lanjut proses
atau tidak. Mediator sebaiknya menanyakan keputusan pihak ikhwan dulu
apakah lanjut atau tidak, kalau dari pihak ikhwan memutuskan lanjut maka
tinggal ditanyakan ke pihak akhwat apakah berniat juga untuk lanjut
proses atau tidak. Apabila keputusan pihak ikhwan tidak lanjut,
informasikan ke pihak akhwat bahwa pihak ikhwan tidak berkenan untuk
lanjut proses, sampaikan bahwa insya Allah keputusan tersebut adalah
yang terbaik menurut Allah SWT untuk menguatkan hati pihak akhwat yang
mungkin sebenarnya dalam posisi yang mantap untuk lanjut proses. Bila
ternyata pihak akhwat dalam posisi yang juga memilih untuk tidak lanjut
proses maka kondisinya aman, karena kedua belah pihak sama-sama tidak
berkenan untuk lanjut proses. Bila keduanya sepakat untuk lanjut proses
maka dapat diarahkan ke proses taaruf keluarga.
7. Taaruf Keluarga
Proses
taaruf tidak hanya melibatkan si ikhwan dan si akhwat yang dipertemukan
di pertemuan offline saja, tetapi juga keluarga kedua pihak yang
bertaaruf. Bila berjodoh, yang duduk di pelaminan tentu bukan hanya dua
orang tersebut, melainkan juga didampingi oleh orang tua/keluarga kedua
belah pihak di sisi kanan dan kiri mereka. Karena itu, keluarga kedua
belah pihak juga berhak mendapatkan sesi tersendiri dalam proses taaruf
keluarga.
Untuk awalan proses taaruf keluarga, berikan
kesempatan ke sang ikhwan untuk bersilaturahim ke pihak akhwat dengan
didampingi mediator, tidak perlu membawa serta pihak keluarga ikhwan.
Kesempatan pertama diberikan ke si ikhwan dengan pertimbangan keluarga
akhwat yang cenderung lebih banyak pertimbangan dibandingkan pihak
keluarga ikhwan yang cenderung menyerahkan urusan jodoh ke si ikhwannya
sendiri. Sama seperti proses yang dijalani si akhwat, beri kesempatan
pihak keluarga akhwat untuk lebih mengenal si ikhwan, gali
sebanyak-banyaknya informasi mengenai si ikhwan sehingga pihak keluarga
bisa mengetahui seperti apa profil si ikhwan ini.
Bagi keluarga
yang pemahaman keislamannya baik tentunya proses seperti di atas wajar
saja, namun bagi keluarga yang masih awam menganggap proses taaruf
seperti di atas cukup aneh bagi mereka, karena selama ini mereka hanya
mengetahui aktivitas pacaran hingga anaknya menikah. Pengkondisian dan
penyikapan ke keluarga yang masih awam ini tentu berbeda. Bagi mereka
sekali silaturahim masih belum cukup, perlu beberapa kali pertemuan
hingga pihak keluarga yakin akan pilihan anaknya. Dalam kondisi seperti
ini tentu si anak perlu menyesuaikan diri, silaturahim bisa diagendakan
selama beberapa kali, tentunya tetap dengan adanya pendamping dan
tujuannya juga jelas, untuk lebih memperkenalkan diri ke pihak keluarga.
Misalnya minggu pertama dikhususkan taaruf ke si bapak, minggu ke dua
ke si ibu, minggu ketiga ke si kakak, minggu ke empat ke si adik, dan
semacamnya, yang intinya agar pihak keluarga lebih mengenal.
Setelah
silaturahim dijalani, sampaikan ke si akhwat untuk menanyakan ke
keluarganya apakah cocok dengan si ikhwan atau tidak. Kalau tidak cocok
tentunya proses tidak bisa berlanjut, dan kedua belah pihak harus
menerimanya karena bagaimanapun juga restu keluarga lebih utama. Kalau
cocok, gantian pihak akhwat yang didampingi untuk bersilaturahim ke
keluarga si ikhwan dengan agenda yang sama juga, yaitu agar keluarga
pihak ikhwan bisa mengetahui seperti apa profil si akhwat itu. Setelah
silaturahim dijalani, sampaikan ke si ikhwan untuk menanyakan ke
keluarganya apakah cocok dengan si akhwat atau tidak. Kalau tidak cocok
tentunya proses tidak bisa berlanjut, dan kedua belah pihak harus
menerimanya karena bagaimanapun juga restu keluarga lebih utama. Kalau
cocok juga maka taaruf bisa berlanjut ke tahap yang lebih serius lagi,
yaitu taaruf antara kedua keluarga.
Pihak ikhwan silaturahim ke keluarga
pihak akhwat dengan didampingi keluarganya, untuk awalan tentunya belum
perlu membahas masalah khitbah dan pernikahan agar keluarga pihak
akhwat tidak 'kaget', namun bila memang kedua keluarga sudah sama-sama
cocok berdasarkan informasi yang telah disampaikan oleh si ikhwan dan si
akhwat, tentu tidak ada salahnya pembahasannya bisa lebih serius lagi.
Apabila khitbah sudah terucapkan maka peran mediator beralih ke kedua
pihak keluarga dalam mempersiapkan pernikahan. Pesankan ke si ikhwan dan
si akhwat agar tetap menjaga hati hingga hari pernikahan tiba, karena
sebelum ijab kabul terucap syariat masih membatasi.
Semoga bermanfaat, wallahua'lam bishshawab.
Salam,
maswahyu, S.T. (Spesialis Taaruf)