Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ikhtiar pencarian jodoh
melalui ta’aruf (pranikah) tak selalu berjalan mulus. Ada rekan yang
lancar dengan cukup sekali proses ta’aruf, namun tak sedikit pula yang
berjalan tersendat sehingga baru menemukan jodohnya setelah beberapa
kali mengalami penolakan ta’aruf. Dalam menolak pengajuan ta’aruf,
banyak rekan yang lebih nyaman menggunakan alasan umum semacam “belum menemukan kemantapan”, “belum cocok”, atau “kurang sreg”, namun ada juga sedikit dari mereka yang menyebutkan alasan spesifiknya.
Berikut
ini tiga alasan spesifik yang paling sering disampaikan saat penolakan
ta’aruf, berdasarkan pengalaman dan pengamatan kami (saya & istri)
memoderatori 250an proses Ta’aruf Online dan 35 proses Ta’aruf Offline hingga bulan April 2014 lalu :
Tiga Besar Alasan Ikhwan Menolak Akhwat
1. Agama/Akhlak
Anjuran
Nabi Muhammad untuk menjadikan faktor agama sebagai dasar memilih calon
pasangan memang menjadi pertimbangan utama pihak ikhwan dalam
menetapkan kriteria calon pasangan mereka. Bagaimana ibadah wajibnya,
ibadah sunahnya, dan juga akhlak yang tercermin dalam kebiasaan
sehari-harinya. Yang sering disoroti dari kebiasaan sehari-hari seorang
akhwat adalah dalam hal penggunaan jilbab. Memang benar akhwat yang
berjilbab itu belum tentu shalihah, tetapi akhwat yang shalihah sudah
pasti berjilbab. Sedikit sekali ikhwan yang bisa menerima kondisi akhwat
yang belum berjilbab (dengan harapan kelak setelah menikah bisa
membimbingnya untuk berjilbab), mayoritas memilih akhwat yang memang
sudah berjilbab.
2. Fisik
Penolakan karena faktor fisik
memang terkesan alasan ‘duniawi’, namun tidak bisa kita salahkan karena
Nabi Muhammad pun menganjurkan salah seorang sahabat yang ingin melamar
seorang wanita untuk melihat si wanita terlebih dulu agar menemukan
hal-hal yang membuatnya cenderung dan mantap untuk melamar wanita
tersebut. Selain pertimbangan utama sisi agama si akhwat, kecenderungan
dalam faktor fisik ternyata cukup besar pengaruhnya bagi seorang ikhwan
dalam mempertimbangkan lanjut tidaknya proses ta’aruf.
3. Usia
Nabi
Muhammad dikisahkan menikah dengan Khadijah dalam perbedaan usia yang
cukup jauh, usia Khadijah lebih tua sekitar 15 tahun. Meskipun demikian,
hanya sedikit ikhwan yang terinspirasi kisah Nabi Muhammad tersebut.
Banyak ikhwan yang keberatan bila pihak akhwat berusia lebih tua darinya
meskipun dari faktor agama dan faktor fisik masuk, dan cenderung
memilih akhwat yang seumuran ataupun lebih muda darinya.
Tiga Besar Alasan Akhwat Menolak Ikhwan
1. Agama/Akhlak
Sama
seperti alasan utama ikhwan menolak akhwat, faktor agama juga menjadi
pertimbangan utama pihak akhwat dalam menetapkan kriteria calon pasangan
mereka. Bagaimana ibadah wajibnya, ibadah sunahnya, dan juga akhlak
yang tercermin dalam kebiasaan sehari-harinya. Yang sering disoroti dari
kebiasaan sehari-hari seorang ikhwan adalah dalam hal kebiasaan
merokok. Sedikit sekali akhwat yang bisa menerima kondisi ikhwan yang
punya kebiasaan merokok (dengan harapan kelak setelah menikah bisa
berhenti), mayoritas memilih ikhwan yang bukan seorang perokok.
2. Pekerjaan
Salah
satu kewajiban seorang suami kepada istrinya adalah dalam hal
menafkahi, mengikhtiarkan penghasilan yang halal untuk menghidupi
keluarga. Banyak akhwat yang menetapkan kriteria “mapan” dalam salah
satu kriteria calon pasangannya, mapan dalam arti tetap berpenghasilan
dan ada keterjaminan nafkah saat hidup berumah tangga nanti. Agak berat
bagi akhwat dan orang tuanya untuk menerima ikhwan yang dinilai belum
mapan dalam hal ekonomi.
3. Pendidikan
Meskipun faktor
pendidikan bukan jaminan langgengnya pernikahan, namun faktor pendidikan
ini sering disampaikan akhwat saat menolak ikhwan. Pihak akhwat
cenderung menginginkan ikhwan yang berpendidikan setara atau lebih
tinggi tingkat pendidikannya. Kalaupun belum setara, pihak akhwat
menginginkan agar kelak pihak ikhwan bisa meneruskan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi hingga setara tingkat pendidikannya.
Tiga
alasan penolakan itulah yang paling sering kami temui dalam
memoderatori proses ta’aruf. Alasan spesifik lain selain yang tersebut
di atas di antaranya adalah domisili yang berjauhan, perbedaan suku,
perbedaan afiliasi pergerakan/harakah, perbedaan status pernikahan
(janda/duda), dan belum adanya izin/restu dari orang tua/wali.
Tips Menyikapi Penolakan Ta’aruf
Bagi
rekan-rekan yang baru mengalami penolakan ta’aruf, ataupun berpotensi
mengalami penolakan ta’aruf, berikut ini tips untuk menyikapinya :
1. Ikhlaskan
Yang
pertama kali dilakukan adalah mengikhlaskan penolakan yang disampaikan,
karena apapun hasilnya insya Allah itulah yang terbaik menurut Allah
SWT. Apa yang menurut anda baik, belum tentu baik menurut Allah. Mungkin
Allah sudah menyiapkan skenario yang lebih baik dengan penolakan yang
anda terima. Insya Allah kelak anda akan dipertemukan dengan sosok yang
lebih tepat untuk anda, dan dipertemukan di waktu yang tepat
menurut-Nya.
2. Jaga Silaturahim
Tak jarang hubungan
silaturahim menjadi renggang setelah penolakan disampaikan sebagai efek
dari kekecewaan, bahkan sampai dibumbui dengan ‘cemooh’ negatif yang
disematkan pihak tertolak ke pihak penolak atas alasan-alasan ‘duniawi’
yang disampaikan dalam penolakan. Hal ini bisa dihindari apabila anda
paham hakikat jodoh, “Jodohku adalah siapapun yang kelak menikah denganku”, sehingga :
- Pengajuan ta’aruf diterima – bisa lanjut berproses ta’aruf hingga menikah – berarti anda berjodoh; dan sebaliknya,
- Pengajuan ta’aruf ditolak – tidak bisa lanjut berproses ta’aruf hingga menikah – berarti anda bukan jodohnya.
Mungkin
Allah tunjukkan bahwa dia bukan jodoh anda dengan penolakan karena
alasan agama, mungkin juga alasan fisik, adanya perbedaan suku,
perbedaan harakah, bisa juga karena orang tua si target menginginkan
calon menantu yang lebih mapan dan berpendidikan lebih tinggi. Jadi, tak
perlu ‘protes’ dengan skenario penolakan ta’aruf yang telah Allah
rencanakan pada ikhtiar pencarian jodoh anda. Ucapkan kalimat ini
setelah anda ditolak : “Mungkin memang bukan jodoh saya”;
beres. Tetap jaga silaturahim, doakan yang baik-baik untuk si penolak,
semoga kelak dipertemukan dengan jodoh masing-masing yang terbaik
menurut Allah SWT.
3. Ikhtiar Dengan Yang Lain
Banyak
pilihan si shalih/shalihah lain di luar sana, sehingga tak perlu
khawatir atas penolakan yang diterima karena anda bisa berikhtiar dengan
sosok yang lain. Tak ada keharusan bagi anda untuk menjadikan dia
pilihan satu-satunya, dan dia pun tak ada keharusan untuk menerima anda
seakan-akan anda adalah satu-satunya si shalih/shalihah di muka bumi
ini. Cukuplah berpegang pada kriteria utama shalih/shalihah, dan yang
shalih/shalihah itu ada banyak pilihannya, bukan hanya dia seorang.
Mungkin
akan susah apabila sudah melibatkan kecenderungan hati secara
berlebihan ke si target, sehingga keinginan untuk lanjut proses
sedemikian besarnya dan sulit berpaling ke sosok yang lain. Karena itu,
luruskan niat, jagalah hati di proses berikutnya dari pengharapan yang
berlebih. Insya Allah anda bisa menjalaninya dengan lebih ikhlas, tanpa
ada keharusan pengajuan ta’aruf anda diterima.
Tips Meminimalkan Peluang Penolakan Ta’aruf
Di tulisan saya sebelumnya, Panduan Ikhtiar Ta’aruf : “12 Pekan Meraih Sakinah”,
ada tahapan “observasi” yang perlu dijalani sebelum memulai proses
ta’aruf. Tahap inilah yang perlu diberi perhatian khusus dan
dioptimalkan untuk meminimalkan peluang ta’aruf ditolak saat
pengajuannya. Agar proses observasi lebih terjaga, anda perlu meminta
bantuan rekan terdekat si target untuk menjadi “informan”, baik itu
rekan kerja, saudara, atau sahabat karibnya dalam tahap observasi ini.
Gali sebanyak-banyaknya informasi seputar si target tanpa sepengetahuan
si target.
Berikut ini beberapa informasi penting dan tips yang perlu diketahui :
1. Siap Menikah dan Boleh Menikah
Apakah
si target sudah siap menikah? Mungkin dia masih ada tanggungan kuliah,
jadi baru tahun depan menargetkan untuk menikah. Mungkin juga dia masih
punya tanggungan ekonomi keluarga, sehingga belum siap bila harus
menyegerakan.
Apakah si target sudah boleh menikah? Karena kondisi
siap nikah saja belum cukup, ada wali bagi wanita yang perlu dimintakan
izin untuk menikahkan si wanita. Bagi seorang pria, restu orang tua pun
perlu diikhtiarkan meskipun tidak ada istilah wali bagi seorang pria.
Jangan
sampai anda tiba-tiba datang ke orang tua si akhwat, dan ternyata baru
mengetahui kalau orang tuanya belum membolehkan menikah karena masih
fokus memikirkan pernikahan kakaknya. Jangan salahkan orang tua si
akhwat dengan mendebat ketidaksyar’ian alasan yang disampaikan, dalam
hal ini “tidak boleh melangkahi” si kakak. Memang benar, alasan
seperti itu tidak syar’i, tapi sadarilah bahwa wali bagi wanita itu
mutlak, dan jauh lebih tidak syar’i lagi bila anda nekat menikahi si
target tanpa adanya izin dari walinya.
Salahkan saja diri anda,
mengapa mengajukan diri ke seseorang yang belum boleh menikah oleh
walinya? Apa saja aktivitas ta’aruf yang anda jalani, sehingga informasi
sepenting ini anda lewatkan, dalam hal ini izin menikah dari walinya?
Ajukan diri saja ke sosok lain yang sudah diizinkan menikah oleh
walinya, atau bila anda sudah mantap dengannya tunggu saja sampai si dia
sudah diizinkan menikah oleh walinya.
Untuk menghindari penolakan
seperti itu, pastikan si target sudah dalam kondisi yang siap menikah
dan sudah boleh menikah di tahap observasi awal ini, sehingga bisa
berlanjut ke penggalian informasi di langkah kedua.
2. Kriteria Sesuai
Di
langkah kedua ini, informan menekankan pada penggalian informasi
terkait kriteria yang ditetapkan si target. Apakah kriteria si target
sesuai dengan profil anda? Adakah kriteria fisik tertentu, atau kriteria
nonfisik tertentu? Apakah ada minimal jumlah hafalan, apakah bermasalah
dengan perbedaan usia, apakah berkeberatan dengan suku tertentu, dan
kriteria-kriteria lainnya. Termasuk juga kriteria tambahan dari orang
tua si target, apakah ada lagi kriteria dari orang tua selain dari
kriteria yang ditetapkan si target? Mungkin dari segi pekerjaan, atau
pendidikan? Kemudian, dari semua kriteria tersebut, manakah kriteria
yang “mutlak”, manakah yang bisa “nego”?
Kalau ternyata sebagian
besar kriteria yang “mutlak” tidak masuk di diri anda, sebaiknya
berpikir ulang untuk mengajukan proses ta’aruf. Memang belum pasti akan
ditolak, tapi bisa jadi kemungkinan ditolaknya lebih besar karena
sebagian besar kriteria “mutlak” yang ditetapkannya tidak masuk.
Selanjutnya tinggal pilihan anda, apakah tetap berniat mengajukan
ta’aruf dengan si target, atau memilih target lain yang sekiranya
kriterianya lebih sesuai.
Apabila anda tetap berkeyakinan untuk
mengajukan ta’aruf dengannya, bisa lanjut di langkah ketiga untuk lebih
meyakinkan hati sebelum memulai perjuangan.
3. Mau Sama Mau
Tips
paling jitu untuk meminimalkan penolakan ta’aruf sebenarnya sederhana :
Sampaikan pengajuan ta’aruf ke yang MAU berta’aruf dengan anda! Ada dua
kemungkinan kondisi di sini, yang pertama anda mau berproses ta’aruf
dengannya, dan dia pun mau berproses ta’aruf dengan anda. Yang kedua,
dia mau berproses ta’aruf dengan anda, dan anda pun mau berproses
ta’aruf dengannya. Berikut ini perbedaan metode observasi kedua kondisi
tersebut :
Metode pertama, kondisi di mana anda sudah memiliki
target. Informan bisa memperdalam lagi observasinya, tidak sekedar
menanyakan mengenai kriteria si target, namun sekaligus menyebut profil
dan nama anda. Untuk meminimalkan rasa malu, kondisikan bahwa
informanlah yang berinisiatif menawarkan nama anda ke si target, bukan
anda yang berpesan ke informan untuk mengajukan nama anda ke si target.
Informan bisa memulai penjajakan dengan menceritakan profil anda, tanpa
menyebut nama. Apabila dari profil yang diceritakan informan si target
merasa cocok, baru disebutkan nama si pemilik profil yang dia ceritakan,
yaitu nama anda. Bila si target berkenan lanjut dengan nama yang
disodorkan informan, maka proses ta’aruf bisa mulai dijalani. Kondisi
di metode pertama ini, anda mau berproses ta’aruf dengannya, dan dia pun
mau berproses ta’aruf dengan anda
Metode kedua, kondisi di mana
anda belum memiliki target. Anda bisa mempersilakan perantara untuk
mengajukan profil anda ke siapa saja sosok yang sekiranya masuk kriteria
anda, tanpa sepengetahuan anda. Bisa dengan cara pengajuan profil
secara langsung, ataupun pengajuan profil melalui biodata/CV ta’aruf
(Biodata.myQuran.net). Anda tidak perlu mengetahui siapa saja yang
menolak penawaran dari perantara, cukup minta perantara menginformasikan
saat ada yang berkenan dengan profil anda, tinggal anda yang gantian
mempertimbangkan profilnya. Dengan demikian anda tidak merasakan
penolakan, justru malah anda yang bisa menjadi pihak penolak. Bila anda
berkenan dengan profil yang diinformasikan perantara, maka proses
ta’aruf bisa mulai dijalani. Kondisi di metode kedua ini, dia mau
berproses ta’aruf dengan anda, dan anda pun mau berproses ta’aruf
dengannya.
Akhir kata, semoga tulisan ini memberikan pencerahan
dan bermanfaat untuk meminimalkan peluang penolakan dalam aktivitas
perta’arufan pranikah. Yang perlu diingat, banyaknya kesesuaian kriteria
bukan jaminan adanya jodoh, karena Allah bisa saja menjauhkan jodoh
seiring berjalannya proses. Demikian pula sebaliknya, sedikitnya
kesesuaian kriteria pun bukan berarti tidak adanya jodoh, karena Allah
bisa saja mendekatkan jodoh seiring berjalannya proses. Yang perlu anda
lakukan adalah berikhtiar, menjalani proses sebaik-baiknya sesuai
koridor yang diridhai-Nya, dan selanjutnya bertawakal, saat Allah
menunjukkan anda berjodoh dengannya atau tidak.
Wallahua’lam bisshawab.